FTMM NEWS – Universitas Airlangga kembali menggelar agenda diskusi bersama dengan Association of Universities of Asia and The Pacific (AUAP) pada Selasa (31/8/2021). Acara yang berlangsung melalui platform Zoom Meeting tersebut di ikuti oleh berbagai peserta dari belahan dunia.
Turut hadir pada kesempatan itu ; Dr. Peter P. Laurel selaku AUAP President ; Dr. Christrijogo Soemartono Waloejo, dr., Sp.,An., KAR ; Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG (K) ; Vice Admiral Alexander P. Pama Former Chief of the Philippine Navy & Former Executive Director of the National Disaster Coordinating Council of the Philippines ;
Prof. Dr. Mahmoud Reza Delavar University of Tehran (UT), Iran ; Dr. dr. Tri Maharani, M.Si. Sp.EM National Institute of health research and development Indonesia ; Dr. Eng. Sapto Andriyono, S.Pi., MT ; Prof. Dr. Zaki Rashidi, Director of Business Administration IQRA University (IU), Pakistan ; Assoc. Prof. Dr. Shalimar Abdullah, Vice President of Mercy Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ; Prof. Dr. Nurul Hartini, S.Psi., M.Kes ; Prof. Ir Dr. Faridah Othman University of Malaya ; Prof. Dr. Chandan Ghosh, Distinguished Expert National Institute of Disaster Management, Ministry of Home Affairs Govt. of India ; Prof. Dr. Retna Apsari, M.Si. Faculty of Advanced Technology and Multidiscipline.
Mewakili Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Prof. Dr. Retna Apsari menyampaikan materi perihal “Alternative Model for Solar Cell Technology Supply after the Disaster”. Prof. Retna –sapaan akrabnya- menjelaskan bahwa energy terbarukan berasal dari sumber baru, baik teknologinya dari sumber terbarukan maupun tidak terbarukan.
“EBT berasal dari proses alam yang terproduksi terus menerus, tanpa harus menunggu seperti energy fosil konvensional. Potensi energi surya di Indonesia sebesar 4,8 kWh/m2 per hari, dengan potensi energi matahari yang sangat besar ini tentu akan sangat berguna dalam menghadapi ketersediaan energi listrik ketika proses mitigasi pasca bencana” jelasnya.
Resiko Bencana di Indonesia
Indonesia, memiliki beberapa resiko bencana alam seperti tsunami, gunung meletus, gempa bumi, banjir, topan, kekeringan, hingga epidemic. Hal itu, akan menyebabkan berbagai macam permasalahan yang dapat menghambat evakuasi maupun kebutuhan. Salah satunya adalah listrik, namun dengan alternatif panel surya bisa mengatasinya.
Seperti kasus gempa di Mamuju, Sulawesi Barat pada awal tahun 2021 yang mengguncang dan meratakan wilayah dan menyebabkan ribuan korban. Hal itu lantas membawa duka mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Untuk mengatasi padamnya listrik di daerah pasca gempa, dapat dengan pengaplikasian solar panel. Instalasinya mudah, dan intensitas matahari di Indonesia sangat cocok dengan model panel surya photovoltaic,” imbuhnya.
Dari data Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral tahun 2021, potensi EBT panel surya di Indonesia sebanyak 207.8 Gigawatt. Hal itu membuatnya menduduki posisi pertama cadangan EBT di Indonesia, dan di ikuti oleh PLTA sebanyak 75 Gigawatt.
Pemilihan panel surya sebagai energi alternatif pengganti fosil karena berbagai alasan lingkungan. Selain karena energi surya lebih ramah lingkungan dan potensinya tak terbatas, juga masa pakai alat yang tergolong panjang, sekitar 25-30 tahun.
Sedangkan energy fosil ketersediaannya terbatas, mencemari lingkungan, berbahaya bagi kesehatan, memperburuk perubahan iklim dengan ekstrim, serta cadangannya semakin menipis dan tidak mudah diperbaharui.
“Keseluruhan potensi listrik dari energi terbarukan mencapai 432 GW atau 7-8 kali dari total kapasitas terpasang pembangkit saat ini. Dari potensi tersebut, baru sekitar 7 GW yang telah dimanfaatkan secara komersial,” pungkasnya.(*)(wil)