FTMM NEWS – Seiring dengan meningkatnya harga bahan bakar fosil, produsen kendaraan bermotor mulai berlomba membuat kendaraan bertenaga listrik. Kesadaran masyarakat mengenai isu lingkungan yang semakin memburuk juga menjadi alasan bagi masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik. Kendaraan listrik memiliki keunggulan karena tidak menghasilkan emisi gas buang yang berbahaya bagi lingkungan dan juga dapat mengurangi polusi udara. Salah satu komponen utama bagi kendaraan listrik adalah baterai, yang berfungsi sebagai penyimpan energi dan sumber tenaga untuk menggerakkan kendaraan listrik saat dihidupkan.
Salah satu bahan yang umum digunakan dalam proses pembuatan baterai kendaraan listrik adalah nikel, nikel merupakan logam yang biasanya digunakan sebagai bagian katoda pada baterai. Bahan ini akan digunakan bersama kobalt dan mangan dalam pembuatan baterai lithium-ion yang merupakan jenis baterai paling umum pada kendaraan listrik saat ini. Alasan penggunaan logam ini adalah karena kepadatan energi yang tinggi, tahan karat, dan harga yang relatif murah dibandingkan dengan bahan baku lain.
Indonesia memiliki cadangan logam nikel yang melimpah, berdasarkan data milik Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, nikel Indonesia pada tahun 2020 mencapai 768 ribu ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil biji nikel terbesar di dunia. Dengan cadangan nikel yang sangat besar tersebut, dan diikuti meningkatnya permintaan pasar terhadap kendaraan listrik, Indonesia dapat menjadi produsen baterai listrik terbesar di dunia. Upaya Indonesia dalam percepatan produksi baterai kendaraan listrik juga merupakan bukti komitmen Indonesia sebagai pemimpin perhelatan G20 yang salah satu fokus utamanya adalah transisi energi, dalam hal ini dalam bentuk kendaraan listrik. Indonesia juga telah bekerja sama dengan produsen kendaraan listrik seperti Hyundai dan wuling yang telah membangun pabriknya di Indonesia.
Meskipun demikian, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Jenis nikel yang tersedia di Indonesia merupakan nikel laterit. Menurut Sekretaris Adidaya Initiative, Naufal Hanif Hawari, jenis ini mudah untuk ditambang karena letaknya yang dangkal, namun lebih sulit untuk dimurnikan karena telah bercampur dengan banyak kandungan lain, sedangkan untuk menjadi baterai dibutuhkan nikel dengan kemurnian 99 persen. Hal ini memunculkan hambatan lain yaitu besarnya biaya dalam pemrosesan, dimana untuk memurnikan nikel laterit dibutuhkan energi listrik yang besar dan banyak bahan lain dalam skala yang banyak. Sehingga Indonesia masih kesulitan dalam memproduksi baterai kendaraan listrik.
Dengan sumber daya nikel yang melimpah, diikuti dengan regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap pemanfaatan nikel sebagai bahan baku baterai. Indonesia dapat menguasai industri baterai kendaraan listrik dan memenuhi permintaan global yang semakin meningkat. Pengembangan industri baterai kendaraan listrik akan sangat menguntungkan Indonesia karena memiliki potensi besar untuk meningkatkan devisa negara, dan juga berpeluang menarik investor baik asing maupun lokal untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun, pengembangan ini tentunya harus diimbangi dengan meminimalisir dampak kerusakan lingkungan dan sosial yang muncul dalam praktik industri baterai kendaraan listrik agar tetap berpegang pada salah satu alasan utama diciptakan kendaraan listrik yaitu menjaga lingkungan.(Riz/and)
Kontributor : Muhammad Rizky Taufiqurrahman – Teknik Elektro 22